Bahaya Zoom Fatigue Syndrome
Oleh: Rani Setiani Purnawangsih
Ada yang berubah enggak, sih, dengan pola hidup kalian? Apakah aktivitas kalian masih sama antara kondisi saat ini dengan kondisi dua tahun silam?
Disadari atau tidak, saat ini tidak hanya berbelanja yang dapat dilakukan secara onlen, tetapi bekerja pun dilaksanakan secara onlen.
Zoom meeting—yups, aplikasi yang saat ini menjadi viral mulai dari kalangan anak sekolah hingga karyawan perkantoran. Di dunia pendidikan, aplikasi sejenis video conference ini dimanfaatkan sebagai media antara guru dengan siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara onlen. Tak hanya itu, pelaksanaan rapat pun pada akhirnya dilaksanakan secara onlen melalui aplikasi video conference.
Meski demikian, aplikasi video conference termasuk zoom meet, juga berlaku di dunia pekerjaan lainnya selain dunia pendidikan. Misalnya, rapat antara karyawan dengan atasan suatu perusahaan dikarenakan ada kebijakan bahwa selama pandemi pekerjaan harus dilaksanakan dari rumah. Hal inilah yang melatarbelakangi penggunaan video conference baik zoom meet maupun google meet dalam proses penyampaian hasil pengerjaan.
Namun, tahukah kalian—intensitas penggunaan zoom meet yang sangat sering akan menimbulkan zoom fatigue syndrome? Yaitu, rasa lelah yang muncul akibat terlalu banyak mengikuti video conference. Hal ini dipacu oleh mata dan pikiran yang terus fokus menatap layar komputer dalam waktu lama.
Hal ini dibenarkan oleh dokter Mariska Haris—yang dalam hal sebagai pakar kesehatan.
“Sindrom ini memang tren-nya ketika pandemi saat ini. Ketika para pekerja menjalani WFH, yang membuat mereka harus mengikti zoom meeting setiap harinya.
Sebetulnya, zoom fatigue syndrome ini tidak berbeda jauh dengan orang yang terlalu sering menonton TV atau bermain game, yang secara medis akan menyebabkan kelelahan di daerah otot mata dan leher, karena pada saat zoom—mata dan kepala akan terfokus pada titik tersebut.
Sama seperti yang lainnya, hal ini juga terjadi pada saat saya mengikuti workshop dan seminar kedokteran secara onlen yang berlangsung selama 4 hari berturut-turut sejak pagi hingga sore.” Begitulah ungkap dokter Mariska Haris saat menjelaskan zoom fatigue syndrome.
Lantas, apa yang harus dilakukan agar kesehatan mental tetap terjaga?
1. Mengatur ulang jam rapat
Istirahat merupakan hal yang mutlak untuk mencegah dampak negatif pada sistem kerja otak, Jika kita punya kapasitas untuk mengatur pelaksanaan rapat, maka siapkan jeda rapat sekitar 10 menit. Ketika jeda rapat, usahakan pandangan kita melihat hamparan pemandangan yang hijau.
2. Mematikan video
Ketika video harus diaktifkan selama pertemuan onlen, maka mindset kita akan merasa dipaksa untuk terus-menerus untuk diperhatikan oleh orang lain. Hal ini secara tidak langsung akan membuat otak kita merasa stress. Dengan demikian, gunakan on camera ketika kita akan presentasi aja.
Nah, tulisan tentang zoom fatigue syndrome ini semoga memberikan manfaat ya bagi pembaa—khususnya bagi yang intensitas penggunaan aplikasi video conference-nya masih tinggi. Yuk, lakukan yang terbaik untuk kesehatan kita—baik mental maupun spiritual.
Salam sehat selalu, ya dari penulis.
Waahh ternyata cukup beresiko juga ya zoom meeting setiap hari..
Artinya kita harus bisa mengontrol dan menjaga kesehatan mental seperti pada artikel itu sendiri.. menjaga kesehatan mental itu penting agar tetap sehat dan bisa berpikir jernih dalam menyikapi sesuatu..
Terimakasih banyak artikel nya sangat bermanfaat..
Betul,,,kita memang tidak bisa menghindari kondisi pandemi saat ini. Oleh karena itu, kita harus pandai memenuhi wawasan kita agar tidak menerima dampak buruk dari pandemi ini. Sebagai contoh, bagi yang sering melakukan zoom meet, kita harus mengetahui efek dan cara mengantisipasinya.
Nuhun sharingnya, sangat bermanfaat
Salam sehat selalu