Respon tentang PeJeJe—Part 1
Assalamualaikum ….
Tentunya kabar baik yang diharapkan penulis untuk para pembaca juga salam bahagia dari penulis untuk pembaca semua. Pada artikel sebelumnya, penulis sudah janjikan untuk menyajikan reaction atau respon dari beberapa orangtua yang mau tidak mau harus mendampingi bahkan membimbing anaknya untuk mengikuti pembelajaran jarak jauh. Juga dari sudut pandang penyelenggara pendidikan. Artinya, respon dari tiga sudut pandang yang berbeda.
Uniknya, setelah sekian purnama menjalani pembelajaran jarak jauh, tidak banyak yang mengetahui—apa itu PeJeJe? Pada umumnya, PeJeJe lebih akrab dikenal dengan sebutan “daring”. Akan tetapi, penulis akan gunakan istilah PeJeJe untuk penyebutan pembelajaran daring.
PeJeJe dalam dunia pendidikan sekolah dasar tampak sebagai momok yang rumit. Namun, tentunya hal ini tidak terjadi tanpa sebab. Orangtua yang sebelumnya menerima hasil belajar anak tanpa mengetahui proses penyampaian dan penyerapan materi oleh anak, kini harus terjun langsung dalam proses belajar anak sekaligus fasilitator bagi anak didik agar proses pembelajaran jarak jauh dapat terlaksana dengan harapan dapat mencapai titik maksimal.
Respon 1
Assalamualaikum..
Menurut saya, sebagai Ibu rumah tangga, dengan pelaksanaan PJJ, sebagai orangtua harus benar-benar bisa menyiasati dalam membagi waktu antara membimning belajar dengan urusan rumah tangga.
Kadang-kadang saat tugas anak banyak dan harus membuat video presentasi—naaah, itu lumayan menyita waktu juga.
Tanpa adanya latar belakang sebagai tenaga pendidik, membuat komunikasi antara anak dan Ibu juga menjadi kendala yang cukup menguras emosi—baik kepada anaknya maupun saya sebagai ibu yang mendampinginya belajar.
Kejadian tersebut membuat saya memiliki sedikit ketakutan—apakah hal tersebut akan berpengaruh terhadap perkembangan belajar dan mental anak? Selain itu, saya juga berusaha menerapkan disiplin belajar di rumah, walaupun hasilnya anak-anak lebih disiplin saat di sekolah. Hal lain yang juga disayangkan—hubungan sosialnya menjadi berkurang karena anak lebih asyik dengan HP –nya.
Selain kekhawatiran, yang menjadi kendala saat PJJ adalah akses internet atau sinyal yang kurang mendukung.
Dari semua proses yang pernah dilewati selama PJJ, tidak dimungkiri hal baiknya—selain dapat belajar mandiri, anak juga dapat belajar menggunakan teknologi digital, serta belajar lebih bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugasnya .
(Reaction dari Bunda Dira-Siswa Kelas 5 MI Al-Adzkar)
Respon 2
Bismillah
Tanggapan saya mengenai pembelajaran jarak jauh:
- Bukan bermaksud tidak mengindahkan aturan pemerintah,tapi yang saya lihat anak kurang antusias dan berkesan dalam pembelajaran, dikarenakan tidak ada competitor saat belajar, jadi semangat anak kurang terpacu
- Saya sebagai ibu yang sekaligus bekerja, tidak bisa setiap saat mengawasi.
Biasanya kita melakukan pembelajaran pada malam hari setelah pulang bekerja.
Sedangkan anak kondisinya sudah capek dengan aktivitas pada siang hari, sehingga terkadang ada paksaan saat belajar. Mood belajar kadang sudah hilang dan tidak fokus.
Berbeda ketika mengikuti pembelajaran tatap muka. Dia sangat semangat, bahkan dia sudah tidak sabar kembali sekolah dan betermu dengan teman-teman juga gurunya.
- Terkadang saya malu, ketika ada pelaksanaan Google Me—sangat jarang mengikutinya, seperti tidak menyempatkan waktu untuk anak karena kami harus bekerja.
- Begitupun ketika bisa mengikuti Google Meet, tak jarang di tengah sesi Google Meet harus izinlebih awal karena harus berangkat bekerja.
- Belum lagi saat pengumpulan tugas, ada rasa tidak enak terhadap guru. Di saat mereka istirahat, saya mengganggu dengan mengirimkan tugas anak di luar jam belajar.
- Besar harapan kami agar pembelajaran bisa dilakukan tatap muka. Dengan cara seaman mungkin,tanpa mengenyampingkan ikhtiar dalam menjaga protokol kesehatan. agar semangat belajar anak kembali terpacu.
Terima kasih
(Bunda dari Khevandra Afesna—murid kelas 1 MI Al-Adzkar)
Dua respondi atas cukup mewakili isiresponbeberapa orangtua mengenai PeJeJe. Sebagai perbandingan, satu dari orangtua yang berperan sebagai obu rumah tangga, satu dari orangtua yang juga memiliki profesi sebagai karyawan swasta.
Dari dua sudut pandang yang berbeda, hal yang harus digarisbawahi dari dua respon tersebut adalah, ketika kita di hadapkan pada perkara yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya bahkan harus terlibat di dalamnya adalah bersikap bijak. Bijak menempatkan sudut pandang dari dua sisi—yaitu sisi baik dan cara mengatasi hambatan ketika hal yang diharapkan tidk sesuai ekspektasi. Karena, tidak sedikit orang dikecewakan oleh pemikirannya sendiri yang terkungkung oleh ekspektasi yang terlalu muluk-muluk. Jua tidak sekadar membandingkan sisi baik dan buruk.
Hal ini selaras dengan respon yang satu ini,dari sudut pandang yang berbeda, yaitu dari sisi penyelenggara pendidikan.
Respon 3
Situasi pandemic—Corona Virus Disease(Covid-19) yang terjadi sejak akhir tahun 2019 ini, mengharuskan pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan “jaga jarak”, dalam arti yang luas. Situasi pandemik ini, berdampak pada hampir semua aspek kehidupan di Indonesia, satu di antaranya pada dunia pendidikan dengan diberlakukannya kebijakan belajar dari rumah atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Penerapan Pembelajaran Jarak Jauh di jenjang pendidikan anak usia dini dan dasar merupakan hal baru. Pendidik tidak lagi sendiri mengelola pembelajaran, seperti di sekolah. Demikian juga bagi orangtua tidak lagi dapat menyerahkan seluruh aktivitas belajar anak kepada pendidik. Pembelajaran ini membutuhkan kerjasama juga komunikasi yang baik antara pendidik dengan orangtua untuk mendampingi anak dalam kegiatan belajarnya.
Banyak hal yang harus diselaraskan dengan perubahan sistem pembelajaran ini, baik bagi siswa, pendidik maupun orangtua. Para pendidik diharapkan lebih kreatif dan inovatif dalam proses pembelajaran. Sejalan dengan hal itu, orangtua diharapkan lebih berperan dalam membimbing dan mendampingi anaknya.
Pro dan kontra pasti akan selalu ada. Mari kita ambil sisi positif dari keadaan ini. Hikmahnya, kita diseyogyakan selalu siap menghadapi tantangan dan perubahan yang terjadi agar dapat beradaptasi secara kreatif dan inovatif
(Resppon dari Bu Lia—Salah satu pengurus Yayasan Al-Adzkar)
Tidak mudah memang untuk kita memosisikan pada sudut pandang yang sama. Karena, tujuan dapat dicapai ketika memiliki pandangan yang sama, satu frekuensi, juga terjalin chemistry yang baik antara pendidik, anak didik, orangtua, juga sekolah. Tulisan ini memberi pandangan—bahwa siapa pun kita, jika bisa mengambil hikmah dari setiap peristiwa maka saat itulah kita dapat poin tambahan dan menjadikan tantangan sebagai pembelajaran yang berharga—baik disadari maupun tidak.
*Jika ada sesuatu yang ingin Anda sampaikan perihal isi artikel ini, silakan isi di kolom komentar.